Monday, August 14, 2006

Aku dan Dua Orang Temanku

oleh Muzali

Hujan gerimis mulai mengguyur, seketika itu juga kami
yang sedang asyik menikmati suasana 'off-day' di
Botanical Garden lari bertempiaran mencari tempat
untuk berteduh.

Aku,Wati dan Tina secara tidak sengaja menemukan
pohon beringin yang rindang,tanpa membuang waktu,
akhirnya kami memutuskan untuk berteduh dibawah pohon
beringin itu .

Pohon beringin itu besar sekali dan daunnya amat
rindang, apalagi akar-akarnya bergelantungan yang
secara tidak langsung bisa menepis air hujan
sekirannya angin menghebus kearah kami.
Diam-diam aku memperhatikan Wati, seorang temanku yang
baru kukenal dua minggu lalu di depan MRT Orchard. Dia
berasal dari Malang, Jawa Timur dan bekerja disini
hampir 1 tahun tepatnya pada sebuah keluarga Expatriat
Perancis.

Dari tadi pagi, Wati kuperhatikan sudah tak
bersemangat, tidak seperti saat pertama kali bertemu
aku, entah apa yang membuatnya dia begitu, akupun
tidak tahu.

Padahal aku juga telah mencoba melontarkan gurauan
kepada kami bertiga untuk menghidupkan suasana, namun
yang ketawa hanyalah Tina dan aku saja.
Angin berhembus makin lama makin kencang begitu juga
dengan hujan yang makin lama makin deras dan tidak
dapat dipungkiri lagi, akhirnya kami bertigapun
kebasahan walau hanya sebagian dari pakaian yang
membalut ditubuh kami.

Aku mencoba bertanya kepada Wati tentang gerangan yang
membuat dia tidak bersemangat.
" Kamu dari tadi pagi sepertinya loyo kuperhatikan?"
tanyaku padanya secara jujur.
" Iya Muz, gimana tidak loyo. Aku disini baru mau satu
tahun tapi suamiku yang kutinggalkan sudah nyari
pengganti, bunting lagi tuh wanita simpanannya." luah
Wati dengan dibarengi emosi.
" Ya udah, kalau begitu kamu tidak usah sedih, wong
suamimu saja happy masak kamu sedih." sela Tina yang
duduk bersebelahan denganku.
" Tapi... tadi malam aku sudah bilang kepadanya,
menyuruhnya untuk segera menikahi wanita itu dan
nanti, jika aku sudah pulang, urusan perceraian kami
akan diselesaikan. Soal dua anak kami untuk saat ini
orang tuaku yang menjaganya.
" Yang membuatku loyo.... bukan karena takut
kehilangan suamiku, tetapi anak bungsuku kini sakit
demam berdarah dan sedang dirawat di rumah sakit.

" Aku hanya punya satu tekad, yaitu ingin
membahagiakan anak-anakku saja dan mudah-mudahan
dengan aku bekerja disini masa depan mereka akan
benar-benar cerah ."

" Sama Ti, akupun juga begitu, yang ada difikiranku
hanyalah anak dan anak ." tambah Tina yang sudah
menjada selama sepuluh tahun.

Akhirnya kami bertiga terlena dalam obrolan yang
panjang lebar khususnya soal urusan rumah-tangga

Aku paling banyak diam sepanjang obrolan tadi,
karena aku merasa belum punya sesuatu untuk di
'sharingkan', mengingat aku belum pernah merasakan
alam rumah tangga.

Setelah pembicaraan itu berakhir, kuperhatikan Wati
sudah mulai tersenyum lagi seolah beban yang
menjeratnya telah terkurangi dan memang kusadari bahwa
kami yang hidup di rantauan yang jauh dari sanak
sauadara di tanah air, sangat memerlukan dukungan
dari masing-masing kawan, lebih-lebih kawan yang
senasib agar tidak merasa kesepian.Yang kadang kala
akibat kesepian itu diantara kami ada yang sanggup
berbuat sesuatau yang tidak diingini.

4 comments:

Ni'am said...

hmm...sounds familiar. kayanya lebaran dua tahun lalu aku denger cerita serupa, dari seorang kenalan yang rela mengadu nasib sampai ke negeri jiran

BundaZidan&Syifa said...

ikut prihatin, tapi seneng mereka masih mencari hal positif dalam mengusir kesepian..

Unknown said...

Tulisannya bagus, sesuai judul, alur ceritanya sederhana,Hmm... I enjoy reading your story...well done maam.

Anonymous said...

bagus ya tulisannya...mengalir..:)

---febi