Sunday, July 08, 2007

Di Mana Bumi Dipijak, Di Situlah Langit Dijunjung

"Di mana bumi dipijak, di situlah lagit dijunjung,"
inilah bunyi peribahasa yang harus kita pegang jika
kita ingn lebih mudah untuk beradaptasi dengan sebuah
lingkungan dimana kita bekerja. Sebagai PLRT, memang
terkadang tidak mudah untuk mengamalkan bunyi
peribahasa ini di dalam sebuah tempat dimana kita
bekerja, apalah lagi jika kita menemui
perbedahan-perbedaan gaya hidup dan budaya hidup yang
begitu mencolok antara keluarga majikan dan diri kita
sendiri (yang berasal dari Indonesia).

Singapura adalah negara majemuk yang memiliki beraneka
ragam budaya, kepercayaan, ras dan juga bahasa yang
dianut dan dimiliki oleh para penduduknya, maka karena
hal ini lahirlah pola hidup yang berbeda-beda pula
yang diamalkan tiap-tiap keluarga, lebih-lebih lagi
bagi keluarga yang menggajikan PLRT, khususnya PLRT
dari Indonesia.

Perlu di ingat! Singapura adalah sebuah negara yang
memiliki bermacam-macam ras, antara lain: China,
Melayu, India, Eurasia dan ras-ras lain (yang
jumlahnya terlalu kecil untuk saya sebutkan satu
persatu). Di samping beraneka macam ras, Singapura
juga memiliki beraneka ragam bahasa dan dialeq, antara
lain: Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, Bahasa Melayu,
Bahasa Tamil dan Bahasa Hindi-- juga Dialeq Hokkian,
Kantonese dan Teo Chew.
Untuk mempersatukan perbedaan bahasa yang ada ini,
maka Bahasa Ingris dijadikan bahasa pemersatu yang
fungsinya adalah sama dengan 'Bahasa Indonesia' yang
di gunakan di Indonesia.

Tak heran, kita PLRT Indonesia dituntut untuk bisa
mengusai Bahasa Inggris jika diri kita bekerja di
Singapura, karena tujuan utamannya adalah untuk
mempermudah diri kita sendiri di dalam melakukan tugas
seharian kita.

Kebanyakan teman PLRT Indonesia yang menemui kegagalan
di dalam menjalankan tugasnya disini adalah karena
kurang begitu memahami arti dari peribahasa diatas,
maka akibatnya diantara kita harus berdepan dengan
berbagai masalah, dari masalah yang terlalu kecil
hingga masalah yang begitu besar.

Memahami gaya hidup yang dianut setiap majikan adalah
sangat penting bagi setiap PLRT yang di gaji majikan
tersebut, karena hal ini bisa menghindari kesalah
fahaman diantara kedua belah pihak.

Faktor yang lebih penting untuk mempermudah kita
beradabtasi di lingkungan yang bisa di sebut 'baru'
adalah 'kesabaran', karena tiada gunanya jika kita
bisa memahami pola hidup majikan, tetapi kesabaran itu
sangat sedikit jumlahnya atau tidak ada sama sekali--
pasti, jika sampai hal ini terjadi, konflik diantara
kedua belah pihak tidak dapat di hindari lagi.

Terkadang diantara kita sering bertanya-tanya sesama
sendiri, "kenapa teman yang satu majikannya begitu?
kenapa teman yang satunya lagi majikannya begini?"
apapun jawaban yang di berikan, jawaban itu haruslah
diresapi terlebih dahulu dan diteliti, agar nantinya
tidak merumitkan kita sendiri di dalam menerjemahkan
'peribahasa' tersebut di lingkungan tempat kerja kita.



P.S : Mbak Hany dan Mbak Lia....ini saya Muzali mau
ngirim karangan esey untuk lomba ngarang HUT
Kemerdekaan RI pada tahun ini.

Terimakasih

Salam,
Muzalimah Suradi

Saturday, March 24, 2007

Haruskah Aku Bunuh Diri?!

Seiring hembusan sepoi angin sore,aku duduk termenung sendirian di bawah blok apartemen rumah majikanku, sementara itu bau bunga kamboja yang tumbuh tegar, tidak jauh dari kursi besi yang kududuki menyengat kuat kedalam lubang hidungku, dan seketika itu juga aku hanyut terbawa oleh arus lamunanku yang berkecamuk tidak menentu.

Betapa nikmatnya jika setiap hari aku dapat mencium bau harum seperti ini, mungkin.... aku merasa lebih tenang, karena bau wangi ini sepertinya meredekan masalah pribadi yang saat ini benar-benar serius kuhadapi- 'dihianati oleh kekasih yang sangat kucintai yang akibatnya aku tidak punya semangat untuk bekerja di Negeri Singa ini'.

"Haruskah aku mengakhiri hidupku alias bunuh diri dengan caraku sendiri, agar setiap hari aku dapat merasakan bau harum sebegini?" pertanyaan ini tak henti-henti kutanyakan kepada diriku sendiri...agar akhirnya aku bisa terbaring selamanya dibawah pohon-pohon kamboja yang tumbuh dengan rimbunnya di tanah perkuburan kampungku nan jauh disana.

"Oh...cara apa yang sebenarnya sangat baik untuk mengambil nyawaku ini, menjatuhkan diri dari bangunan tinggi, meminum obat yang over dosis atau meminum racun serangga, menggantung diri, atau.... menyakiti tubuhku dengan benda tajam?" pertanyaan yang berbau usulan ini bertubi-tubi kuikrarkan di dalam hati.

" Muza... sudah benar-benar putus asakah dirimu hingga kamu lebih memilih bau wangi bunga kamboja itu, daripada keluarga dan orang-orang yang kamu cintai dan juga mencintaimu? Hentikan Muza... hentikan bisikan-bisikan hatimu yang dirasuki setan itu! Ingat....!! putus asa adalah dosa, apalagi bunuh diri- yang sangat besar dosanya itu". Nurani luhurku tiba-tiba ikut mewarnai pembicaraan hati kecilku.

"Ya Allah.....!! benar-benar lemahkah imanku, hingga aku akan memilih bunuh diri dari pada menjadi seorang manusia yang tegar di dalam menghadapi ujianMu. Bukankah dunia ini seperti roda yang berputar, kadang diatas dan kadang juga di bawah, setiap masalah pasti ada penyelesaiannya dan sabar adalah bekalnya.... dan yang terpenting... setiap ada kesedihan pasti ada kebahagiaan.

"Kawan.... haruskah aku bunuh diri? karena aku dihianati oleh orang yang kucintai, haruskah aku mati karena tidak punya semangat untuk bekerja lagi??"
maaf, pertanyaan ini masih saja kulaungkan karena aku ingin jawaban dari kalian.

Ku akui...mungkin yang terpenting dalam hidup adalah mencintai diri sendiri sebelum mencintai orang, agar aku tidak gampang putus asa yang seperti ini.


Salam
Muzali


P.s . Mbak Hany, maaf....saya mencoba menulis cerpen
ini.

Catatan dari Hany:
Pertanyaan dan tanggapan atas tulisan ini harap dikirim ke penulisnya langsung:
Muzali Sur [muzalisur@yahoo.com].

Thursday, February 08, 2007

Aku Jatuh Cinta...

Penulis: Muzali Zur [muzalisur@yahoo.com]
Saat mobil Suzuki MPV warna hijau agak gelap yang membawa tubuhku mulai memijakkan keempat rodanya di jalan aspal tanah bergunung-ganang, kedua mataku terbeliak, antara percaya dan tidak, bahwa keindahan
alamnya benar-benar menggoncangkan hati nuraniku, dan ku akui...memang harus kuakui, saat itu aku benar-benar sedang mabuk cinta yang luar biasa.

"Aku jatuh cinta.... aku jatuh cinta..aku jatuh
cinta...!!"
Suara itu tak henti-hanti keluar dari mulut dan hatiku, sambil kubuka cendela kaca yang berada tepat di samping tubuhku untuk meluahkan perasaan hatiku yang bergejolak pada alam pertiwiku, hasil karya lukisan Tuhan Sang Maha Pencipta.
Setelah cendela kaca ku buka, hawa dingin pun menyambut kedatanganku, dengan ramahnya hawa itu menusuk ke tulang belulangku dan spontan...mas sopir mematikan Ac mobil yang kunaiki sebagai respond atas sambutan udara Dieng yang membelai jiwaku itu.
Tak sabar....! Aku benar-benar tak sabar untuk keluar dari dalam mobil yang serba sempit bila dibandingkan dengan luasnya alam yang terbentang di depan mataku nan indah itu. Dan akhirnya permintaan hatiku pun dikabulkan -- aku menarik tubuhku keluar setelah mobil yang kunaiki berada tepat ditempat parkir, dan tanpa berfikir panjang aku bersorak kegirangan sambil memuji-muji Nama dan Kebesaran Tuhan.

Seumur hidupku, baru satu kali ini aku memijakkan kakiku di tempat dingin begini yang berada di dalam negeriku sendiri. Kupikir dulu .... jika aku inginkan udara yang dingin begini, aku harus pergi keluar negeri yang mempunyai empat musim itu, tetapi ternyata tidak.... karena ada wilayah negeriku yang mampu memproduksi hawa dingin membatu, dialah 'Dieng Plateau
atau Dataran Tinggi Dieng', pusat kerajaan Hindu kuno di zaman Dynasti Saylendra.

Hamparan ladang kentang hijau menghampar disana-sini, persis permadani cantik yang terbentang di tanah-tanah berbukit yang berada dua ribu meter dari permukaan air laut itu.

Syahdu.... aku benar-benar merasa syahdu, dibuai lamunan cintaku sambil menikmati nikmatnya belaian alam yang kucintai. Telaga berwarna-warni, bukit belerang, bermacam-macam candi, beranekan nama gua dan sumber pembangkit tenaga panas bumi... semuanya kusinggahi, semuanya menggoncangkan jiwaku dan semuanya adalah menjadi cintaku yang sempat membuat aku mabuk kepayang.

Aku benar-benar jatuh cinta pada Alam Dieng... yang sampai kini kenangan itu masih tersimpan rapi di benakku dan takkan mungkin kulupa seumur hidupku. Harapanku ... suatu saat nanti aku akan kembali ke tempat itu untuk merenda memori dan menenun cerita yang baru lagi.


Catatan: Tulisan ini saya tulis, berdasarkan liburan saya bersama-sama majikan saya sekeluaraga ke Jogja-Jawa Tengah selama satu Minggu pada Desember '06 yang telah berlalu.

P.s. : Mbak Hany...Maaf... Muzali mencoba nulis lagi untuk Blog Buat Mereka...ini suara hati saya yang keluar dari lubuk yang suci. hehe... :). Ntar saya kirim jepretan Alam Dieng yang saya jepret pakai hp saya ya...

Thursday, December 14, 2006

LABOURING LIFE

Lost in a crowd
Screaming in silent voice
Help is a mere word
But for many, it remains a wish


Drowned in sorrows
Gulping in a pool of misery
Reaching for the hands of those
Who could lift spirits up to another degree

Struggles are daily serving
Energy and emotion squeezed for apittance
The limbs of life are crippling
Yet heartless breeds see only pretence


Love that never dries up
From The Owner of all lives
Says never thou give up
On hopes and all things thou wish

Run, walk or even crawl further on
To the peering light sent by The Creator
Sign for His creatures to carry on
Living the life with great honour.


By: Siti Muyasaroh

Tuesday, December 12, 2006

Menjelang Kepulanganku

Dua bulan lagi aku genap dua tahun bekerja di rumah majikanku. Sisa-sia hari yang tinggal enampuluh hari untuk meninggalkan negeri Singa ini ku habiskan dengan riang hati.

Hari-hari belakangan ini hatiku berbunga-bunga karena sebantar lagi aku akan berkumpul dengan ketiga anakku dan suamiku kembali, yeah......! merekalah semangat
hidupku, merakalah harapan hidupku.

Gaji dolar bulananku tiap bulan yang kukirim melalui tangan suamiku adalah digunakan untuk mencukupi kebutuhan ketiga buah hatiku. Dan untuk kebutuhanku sendiri disini aku terpaksa hemat dan puasa dari segala keinginan yang aku inginkan yang beratas nama dengan memakai dolar - semua ini kulakukan demi orang-orang yang tersayang yang kutinggalkan di kampung halaman.

Saat itu panas matahari menyengat kulit kuning langsatku yang mulai tumbuh kedut, dalam cuaca begini aku meneruskan saja kerjaku yaitu memotong daun-daun pohon hias dihalaman depan rumah banglo majikanku, padahal kalau sampai nyonyaku tahu, aku pasti kena marah karena tidak seharusnya pekerjaan ini kulakukan disaat siang bolong yang panas begini. Pekarjaan ini kulakukan karena aku merasa bahagia yang sangat luar
biasa sampai-sampai aku lupa akan panas terik. Sambil memotong daun-daun pohon hias mulutku asyik menyanyi-nyanyi sendiri.

" Postman, Postman, postman...!"
Pekikan suara yang agak keras itu seketika menghentikan nyanyianku dan akupun segera berlari kearah suara itu. Tanpa banyak bicara aku segera melakukan permintaan
seorang laki-laki yang mengantarkan selembar amplop warna putih untukku yaitu menenadatangani selembar kertas tanda bukti surat yang dikirim telah kuterima.

Lalu.... "Thank you!" aku mengucap kata-kata yang artinya terima kasih itu.
Tup-tup-tup.... jantungku mau meletup ketika surat yang habis kubaca isinya adalah surat pemberitahuan dari suamiku bahwa dia telah menikah lagi satu minggu
yang lalu dengan seorang janda sekampungku.

Dan seketika itu juga kujatuhkan sekujur tubuh lemasku diatas rumput hijau dibawah pijarnya terik mentari. Lalu... dalam fikiranku, aku memutar kata-kata yang
pernah dilontarkan oleh kedua anak perempuanku ditelpon setahun yang lalu dan tidak kugubris sama sekali itu, bahwa selama ini hasil keringatku telah dihabiskan oleh bapaknya untuk digunakan berfoya-foya sendiri dan bukannya seperti sangkaanku yaitu
digunakan untuk membahagiakan anak-anakku.

Akhirnya aku pasrah dengan nasib dan bertekad untuk menyambung kontrak kerjaku lagi. Kali ini aku bersumpah dalam hati bahwa untuk urusan kirim-mengirim uang aku harus lebih berhati-hati agar uang hasil keringatku tidak digunakan untuk keperluan yang
sia-sia saja.

'Nasi sudah menjadi bubur!' biarkanlah suamiku kawin lagi asalkan anak-anakku dan aku yang di Singapura ini happy. Kepulanganku yang kurang dua bulan lagi itu adalah
sebuah hadiah untuk ketiga anakku saja.


Salam : Muzali
P.S : Mbak Lia dan Bu Hany maaf....! ini cerpen
coretan saya.
Terimakasih

Tuesday, October 03, 2006

Perpisahan Dengan Yang Tersayang

-- Cerpen --

Aku menatap tepat kearah kedua wajah anak kecilku yang
sedang mematung didepan tubuhku. Mereka sangat
kelihatan lucu-lucu, namun herannya kelucuan itu
disambut oleh deraian air mata yang mengalir
terus-menerus dari kelopak kedua biji mataku yang tak
kunjung henti.

"Ya Allah.....!" Aku membisik dalam hati memanggil
nama Tuhan agar diberi kekuatan untuk berdiri didapan
kedua anak kembarku yang kini genap berusia lima tahun
itu.

"Ibu...! Kenapa Ibu ingin Ke Singapura?" Tanya Nony
seorang anak kembarku sambil merengek-rengek seolah
tidak mengizinkan kepergianku.

Ku bungkukkan tubuhku sebaik saja aku mendengar
kata-katanya itu, lalu secepatnya kupeluk dan kudekap
bersama-sama tubuh sepasang anak kembarku.

"Ibu mau mencari uang nak!" jawabku dengan suara yang
terisak-isak kesedihan.

" Nanti kalau Ibu di Singapura siapa yang jaga Nony
dan Nany?" tanya mereka berdua secara serentak seolah
pertanyaan itu sudah direncanakan oleh mereka terlebih
dahulu.

" Nenek kan ada." Jawabku singkat dan tidak ingin
menambahkan kata-kata apa lagi.

Lalu.... tiba-tiba saja fikiranku melayang ke arah
Syamsul, mantan suamiku yang telah menceraikan aku
satu bulan yang lalu. Oh tidak....! Bukan Syam yang
menceraiakan aku, tetapi aku yang minta diceraiakan.

Kalau saja saat ini Syam masih menjadi suamiku, tidak
mungkin aku akan mengalami kesedihan yang luar biasa
seperti sekarang ini, yaitu kesedihan untuk berpisah
dengan darah dagingku yang sangat aku sayangi.

Syam bukannya seorang pengangguran yang tidak punya
pekerjaan, tetapi Syam adalah seorang suami yang bisa
mencukupi kebutuhan hidupku dan anak-anakku selama aku
menjadi istrinya. Syam memang seorang suami yang
bertanggung jawab dari segi nafkah. Tapi..... dia
penipu! Dia telah menipu aku dan aku tidak akan
memaafkannya.

Diam-diam dibelakangku dan tanpa sepengetahuanku, Syam
telah menikah lagi dengan seorang teman SMA ku, Shanti
- seorang janda kaya yang berpenampilan persis bintang
sinetron itu dan bahkan mereka kini sudah punya
seorang cahaya mata berumur 2 bulan.

Toko pracangan yang laris di Jalan Merdeka itu kini
bukan lagi milikku, tapi itu milik Shanti. Mobil- colt
Toyota warna abu-abu yang dipakai Syam untuk mencari
muatan penumpang itu juga bukan milikku, itu milik
Shanti. Hanya Nony dan Nany lah milikku, sebuah
pemberian yang sangat berharga dari Syam.

"Ibu....bapak datang!" jerit Nany yang masih berada
dipelukanku dan suaranya itu membuyarkan lamunanku.

" Iya Bu, itu bapak ada diluar mau menuju kemari!"
tambah Nony sambil melepasakan lingkaran tanganku yang
sedang memeluk tubuhnya lalu secepatnya kedua anak
kembarku mengejar tempat dimana bapak mereka berada.

Tanpa membuang kesempatan, akhirnya aku mengangkat tas
parasit warna hitam garis-garis merah yang berisi
baju-bajuku lalu kutinggalkan rumahku dan segunung
kenangan pahit dan manis yang telah aku kecapi dan
menuju ke penampungan.

Dalam bus yang mengantarkanku ke penampungan, aku
berdoa semoga aku cepat diberangkatkan ke Singapura
dan di Singapura nanti aku mendapatkan majikan yang
baik hati, agar cita-citaku untuk membahagiakan
anak-anakku dikabulkan dan menjadi kenyataan.

Syam adalah Syam. Walau aku telah membencinya tetapi
aku tidak bisa menjauhkannya dari anak-anakku, karena
anak-anakku adalah darah dagingnya juga.'Air di
cincang takkan putus'.

Oleh: Muzali


P.S: Buat Mbak Lia dan Mbak Hany, ini cerpen saya
untuk Blog buat mereka.

terimakasih


Salam
muzali

Ulang Tahun

Photobucket - Video and Image Hosting
Pertemuan di hari Minggu pertama dan ketiga di KBRI Singapura tidak melulu diisi dengan belajar dan belajar. Sesekali satu atau beberapa di antara mbak-mbak ini datang dengan membawa kue ulang tahun. Mereka lalu bernyanyi bersama, memberikan selamat, dan mengepung kue ultah itu. Perayaan selalu diakhiri dengan berfoto bersama.

Monday, September 18, 2006

Kelas Minggu 17 September 2006: KBRI



Kelas yang berlangsung adalah kelas ujian, diikuti 10 orang, kelas umum yang didampingi oleh Anita Utami, dan kelas lanjutan oleh Lia Yaniarti.

Foto berikut adalah suasana ujian dan para pemenang lomba mengarang dalam rangka peringatan hari kemerdekaan RI: Muzali, Siti Muyasaroh [tidak hadir], Kuswati, Novita Rahayu, dan Nurul [belum hadir].